• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Anak Desa

Jurnal Anak Desa

  • Beranda
  • Desa
  • Buku
  • Blogging
  • Cerita
  • Follow Me
  • Show Search
Hide Search
Beranda » Buku » Ulasan Roman Arok-Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer

Ulasan Roman Arok-Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer

Oleh Anak Desa—27 Mei 2019—2 Comments

Ulasan Roman Arok-Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer
Ulasan Roman Arok-Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer

“Coba katakan padaku yang masih bodoh ini” Dedes meneruskan, “apa saja yang kau ketahui dari ucapan Kramasara tentang wanita?”

“Dengarkan sahay ulangi kata-katanya: Wanita adalah Dewa; Wanita adalah kehidupan; Wanita adalah perhiasan untuk pria…Yang Mulia. Sahaya membenarkan, hanya alasannya tidak, Yang Mulia, menyesatkan…”

Dengan susah payah Ken Dedes berbalik, melangkah cepat-cepat meninggalkan Taman Larangan, masuk ke Bilik Agung. Sepanjang perjalanan ia menyebut-nyebut:

“Jagad Dewa, Jagad Pramudita!”

Tunggul Ametung dengan nada sengit: Mengapa, Permata? Mengapa?

Ken Dedes: Dari Sansekertanya jelas dia telah kuasa semua ilmu. Dia tahu yang aku tidak tahu…seorang sudra yang mendaki naik ke tempat Brahmana.

Itu adalah sepenggal cuplikan percakapan antara Ken Arok, Ken Dedes, dan Tunggul Ametung dalam roman Arok-Dedes karya begawan sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.

Dalam beberapa buku dan film tentang Ken Arok dan Ken Dedes yang saya baca dan tonton, tokoh-tokoh tersebut ditempatkan sebagai sosok yang memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi. Sehingga, kesan yang muncul dibenak pembaca atau penonton adalah mitos.

Sebaliknya, Pram menempatkan tokoh-tokoh utama; Ken Arok, Ken Dedes, dan Tunggul Ametung menjadi tokoh rasional.

Maksudnya, ditangan Pram, ilmu kanuragan mereka—tokoh-tokoh dalam Roman Arok-Dedes tersebut—dijadikan landasan ilmiah penulisan Roman Arok-Dedes.

Pram hendak menyajikan fakta bahwa siapapun orangnya—tak peduli latar belakang dan kelasnya—sejauh mereka memiliki ilmu pengetahuan, mereka bisa jadi apa saja.

Nah, ilmu pengetahuan inilah yang membuat Roman Arok-Dedes karya Pram tersebut menjadi menarik.

Sinopsis Novel Arok-Dedes

Seperti sudah kita ketahui bersama, Roman Arok-Dedes merupakan kisah tentang perebutan kekuasaan yang terjadi di Pakuwuan bernama Tumapel; sebuah wilayah di bawah kekuasaan Sri Kertajaya, raja Kediri.

Tunggul Ametung, adalah orang yang dipercaya Kediri untuk memimpin Tumapel dengan syarat, ia harus menyerahkan upeti untuk raja.

Untuk memenuhi upeti tersebut, Tunggul Ametung tak segan-segan merampok harta benda milik rakyat Tumapel. Maka, dikemudian hari terjadi huru-hara dalam jumlah yang kecil, namun kian intens.

Rakyat tumapel—dengan segenap ketakutannya—berdesas-desus bahwa sebagai penguasa Tumapel, Tunggul Ametung dinilai kian biadab polahnya.

Pada suatu hari, ada segerombolan anak-anak melakukan perampokan para sodagar yang hendak menyetorkan upeti kepada Tumapel. Gerombolan itu dipimpin seorang anak bernama Temu. 

Gerombolan itu lari pontang-panting menghindari kejaran prajurit Tumapel.

Temu, kemudian diselamatkan oleh seorang tukang judi yang tengah mencangkul di sawah. Tukang judi itu bernama Bango Samparan.

Melihat tatapan mata anak itu, Bango Samparan merasa bahwa Temu bukanlah anak biasa. Bango Samparan merasa bahwa Temu seperti titisan Dewa.

Kemudian, Bango Samparan meminta Temu untuk belajar kepada seorang  guru bernama  Tantripala. Dari Tantripala, Temu belajar banyak tentang Siddhi, Darana, Prtyahara, Pranayama, dan Ekagatra.

Dalam waktu kurang dari satu bulan, Temu sudah mengasai pelajaran tersebut. Namun, untuk belajar ilmu yang lebih tinggi lagi, Tantripala mengirimkan Temu kepada seorang guru bernama Dang Hyang Lohgawe.

Dari Guru Dang Hyang Lohgawe inilah kemudian, Temu—si murid cerdas itu—mulai dipanggil Arok. Dari Guru ini pula, Arok mendapat kepercayaan untuk menggulingkan Tunggul Ametung Akuwu Tumapel.

Maksud Lohgawe itu tentu karena Tunggul Ametung semakin hari semakin bengis kepada rakyatnya. Lantas, skenario kudeta itu pun disusun.

Penculikan Ken Dedes

Ken Dedes merupakan anak Mpu Parwa. Seorang brahmana dari desa Panawijen. Ketika Tunggul Ametung melewati Panawijen, ia bertemu dengan Ken Dedes. Seorang gadis desa nan cantik rupawan.

Tunggul Ametung jatuh hati pada Ken Dedes. Karena tak sabar menungguh ayahnya pulang, Tunggul Ametung menculik paksa Ken Dedes ke Tumapel untuk menjadi permaesuri.

Maka, setelah melalui proses upacara perkawinan, Ken Dedes resmi menjadi permaisuri Tumapel. Namun sejatinya Ken Dedes tidak bahagia.

Sementara itu, semakin banyak terjadi keonaran di segenap penjuru Tumapel. Karena geram, Tunggul Ametung memimpin sendiri pasukannya untuk melumpuhkan pemberontak-pemberontak itu. Namun ia dan pasukannya selalu gagal.

Kemudian, Lohgawe yang memang mengetahui dan merencanakan permberontakan tersebut, mengirim Ken Arok untuk menjadi prajurit Tumapel, dan berjanji hanya Ken Arok yang dapat mengatasi pemberontakan tersebut.

Singkat cerita, Ken Arok mampu menumpas gerombolan pemberontakan tersebut, yang tidak lain adalah kawan-kawan Ken Arok sendiri.

Keris Mpu Gandring

Untuk memuluskan skenario penggulingan Tunggul Ametung, Ke Arok memesan senjata pada seorang Mpu bernama Mpu Gandring dalam jangka waktu lima bulan.

Ketika Ken Arok datang menagih senjata tersebut, Mpu Gandring sedang menyelesaikan proses pembuatan keris. Karena menurut Arok terlalu lama, maka ia rebut keris itu dan ia gunakan untuk membunuh Mpu Gandring.

Dalam Roman ini, diceritakan bahwa yang membunuh Tunggul Ametung sebenarnya Ken Arok. Hanya saja, selepas membunuh, Ken Dedes mengundang seorang prajurit bernama Kebo Ijo. Maka diberitakanlah bahwa pembunuh Tunggul Ametung adalah Kebo Ijo.

Sejak saat itulah kemudian Ken Arok menjadi Akuwu Tumapel dan sekaligus menjadi istri Ken Dedes.

Kudeta Cerdik dengan Ilmu Pengetahuan

Apa yang dilakukan oleh Ken Arok merupakan sebuah bentuk kudeta yang tidak hanya licik, cerdik, tapi juga menggunakan ilmu pengetahuan.

Diceritakan dalam Roman tersebut, sebelum Ken Arok resmi menjadi Akuwu Tumapel, ia telah mengkonsolidasi rakyat Tumapel untuk datang ke Pakuwuan, pada saat Tunggul Ametung terbunuh.

Maka, ketika rakyat sampai di Pakuwuan, Ken Arok menyatakan diri sebagai pengganti Tunggul Ametung, dan disambut sorak-sorai kemenangan dari rakyat Tumapel.

Banyak versi cerita tentang Ken Arok dan Ken Dedes. Namun, Roman Arok-Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ini mempunyai kelebihan dari sisi rasionalitas dan logika.

Selamat membaca…

Tentang Si Anak Desa

Penyuka Roman dan Novel. Penganut Garis Keras Kopi Hitam. Tengah belajar menjadi orang baik. Ikuti Saya di Twitter.

Join Si Anak Desa

Baca catatan Si Anak Desa langsung di Email Sobat.

Reader Interactions

Catatan Sebelumnya: Cara Bupati Purbalingga Memantau Keaktifan Website Desa
Catatan Selanjutnya: Mampukah Pemerintah Desa (Pemdes) Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0?

Diskusi

  1. Yoyo berkata

    2 November 2019 at 3:41 am

    Mantap blog nya

    Balas
    • Anak Desa berkata

      5 November 2019 at 2:29 am

      Suwun Kang?

      Balas

Tinggalkan Jejakmu Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2019 · Si Aanak Desa · Menggunakan Qwords

  • Tentang
  • Kontak
  • Arsip